Ketua Dharma Wanita Persatuan (DWP) Provinsi Banten Tine Al Muktabar membuka webinar dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Mental Sedunia pada tanggal 4 Oktober 2024 dan upaya optimalisasi peran DWP sebagai mitra strategis pemerintah untuk mewujudkan pendidikan Indonesia Bebas dari Kekerasan. Webinar mengusung tema ‘Perundungan dan Dampak Bagi Kesehatan Mental’ yang dilakukan secara virtual pada Sabtu (28/9/2024).
Dalam sambutannya Tine Al Muktabar mengatakan, perundungan harus memperoleh perhatian serius. Karena perundungan ingin menyakiti orang lain baik secara fisik, verbal, maupun secara sosial. Berdasarkan riset, hampir 14 persen anak mengalami perundungan.
Oleh karenanya, lanjut Tine, DWP Provinsi Banten dalam kegiatan itu banyak melibatkan unsur perempuan sebagai ujung tombak di keluarga. Unsur masyarakat, kader PKK, kader Posyandu, hingga para guru Paud hingga SMK.
“ Mudah-mudahan kita di sini memiliki niat yang sama untuk mencegah perundungan karena dampaknya sangat luar biasa,” ungkapnya.
Dikatakan, dampak perundungan terkait dengan kesehatan mental. “Ini sangat mengkhawatirkan karena saat ini kita memiliki cita-cita mengawal Indonesia Emas 2045,” ucap Tine.
Dirinya mengaku tidak terbayangkan bagaimana keadaannya jika generasi mendatang tidak memiliki kesehatan mental yang baik, tidak memiliki karakter yang baik, dan tidak memiliki SDM unggul karena memiliki gangguan kesehatan mental akibat perundungan.
“Mudah-mudahan semua yang hadir hari ini, kita sama-sama bersinergi mencegah perundungan dan mengawal kesehatan mental anak-anak di Provinsi Banten sehingga ke depan menjadi anak yang unggul, bisa menjadi generasi Emas 2045,” pungkas Tine.
Webinar diisi oleh Pakar Psikologi Universitas Indonesia Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim dan diikuti oleh Organisasi Wanita dan Pendidikan di Provinsi Banten.
Dalam paparannya, Rose Mini mengatakan perundungan dapat diartikan sebagai penggertakan atau prilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan berulang untuk menyerang target/korban perundungan.
“Terdapat beberapa penyebab terjadinya perundungan, mulai dari pola asuh, teman sebaya, pengaruh media sosial, games dan lain sebagainya hingga faktor psikologis,” ungkap Rose Mini.
“Sehingga diharapkan orang tua dan tenaga pendidik juga harus mengerti bahayanya perundungan dan dampak perundungan dalam tumbuh kembang anak,” sambungnya.
Dikatakan, ada beberapa karakteristik pelaku perundungan, diantaranya senang mendominasi orang lain bahkan kerap menyampaikan keinginannya dengan paksaan. Kemudian, umumnya memiliki sifat pemarah hingga mudah frustasi, kurang berempati, mudah menyalahkan orang lain serta biasanya pernah menjadi korban perundungan/penindasan.
“Perundungan dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, mulai dari lingkungan kecil hingga besar. Perundungan ada yang terjadi karena orang tua tidak memahami bahwa perilaku yang dilakukan sebenarnya dapat membully anak, maka kita sebagai orang tua juga harus mampu mengetahui dampak dan bahayanya perundungan,” katanya.
Selanjutnya, Rose menuturkan perundungan memiliki dampak negatif bagi kesehatan mental bagi korban maupun pelaku perundungan.
“Sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut, orang tua harus membekali anak-anaknya dengan kepercayaan diri, asertif atau kemampuan menyampaikan ketidaknyamanan yang dirasakan dengan cara yang baik dan mampu mengajarkan terkait kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain,” imbuhnya.
“Sedangkan untuk guru dan sekolah mampu membuat aturan yang tegas, mengajarkan keberanian dan kerja sama dalam aktivitas belajar, memberikan sosialisasi dampak buruk perundungan, menciptakan jalur komunikasi yang terbuka dan membentuk lingkungan sekolah yang aman,” lanjutnya.
Pada kesempatan itu, Rose mengungkapkan terdapat hal-hal yang dapat dilakukan dalam penanganan pelaku perundungan. mulai mengajak bicara anak terkait apa yang dilakukannya, ajarkan dalam menghargai dan berempati terhadap orang lain, mencari penyebab anak melakukan hal tersebut dan memposisikan diri untuk menolong anak bukan menghakimi anak.
“Sedangkan untuk penanganan korban perundungan, bantu anak mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakan, bantu anak menumbuhkan percaya diri, amati prilaku dan emosi anak an meminta bantuan kepada pihak ketiga baik itu guru maupun ahli profesional,” jelasnya.
Terdapat hal-hal yang dapat mencegah perundungan, kata Rose, di antaranya memperhatikan lingkungan tempat anak bergaul dan bermain, awasi pemanfaatan media oleh anak dan bekali anak dengan kemampuan untuk membela dirinya sendiri, baik secara fisik maupun psikis.
“Bekali anak dengan kemampuan menghadapi beragam situasi tidak menyenangkan yang mungkin dapat dialami dalam kehidupannya serta beritahukan anak kemana ia dapat melaporkan dan meminta pertolongan atas tindakan kekerasan yang dialami, terutama tindakan yang tidak dapat ditangani sendiri,” pungkasnya.