Haluan Banten – Pengamat Politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens menepis isu tengah sakau narkoba jenis sabu saat live talkshow di stasiun televisi TVOne sehingga membuat tayangan tersebut dihentikan.
Kepada HaluanBAnten.co.id, anggota Dewan Pengawas Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara itu mengklarifikasi program tersebut harus dihentikan karena kondisinya yang tengah sakit.
Boni membantah hal tersebut dan mengatakan bahwa ia sedang menderita sakit Hipokalsemia.
Lalu apa sebenarnya Hipokalemia?
Hipokalemia adalah kadar kalium yang rendah dalam darah. Secara medis dikenal sebagai suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah.
Baca: Boni Hargens Siap Dites Urine Jawab Tuduhan Sakau Karena Pakai Narkoba Saat Talkshow di TV One
Hipokalemia dapat timbul akibat kurangnya asupan kalium melalui makanan, kehilangan kalium melalui gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular.
Dijelaskan hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung.
Hipokalemia pada umumnya terjadi karena deplesi kalium akibat kehilangan kalium dari usus atau urin.
Hipokalemia karena penggunaan obat-obatan seperti diuretik dan kehilangan akibat diare atau muntah paling sering terjadi dalam praktek sehari-hari.
KOMPAS Health tanggal 10 Februari 204 lalu pernah mengutip penjelasan Spesialis penyakit dalam dan pakar kesehatan pencernaan dari FKUI-RSCM, Ari Fahrial Syam, bahwa, lemas merupakan tanda awal seseorang terkena hipokalemia.
“Tubuh yang lemah dan lemas, misalnya tidak kuat mengangkat kaki seperti lumpuh, bisa menjadi gejala seseorang terkena hipokalemia.”
“Gangguan ini tidak boleh diabaikan, karena kalium menentukan kerja otot jantung. Otot jantung jantung yang lemah bisa diterka lewat perubahan iramanya,” ujar Ari seperti dikutip dari KOMPAS Health.
Perubahan irama jantung yang dibiarkan tentu akan berdampak buruk pada kesehatan pasien.
Kalium merupakan komponen utama elektrolit yang menentukan keseimbangan kerja dalam tubuh. Zat ini dibutuhkan sebanyak 3,5-5,5 mEq per liter dalam darah. Kalium bisa ditemukan dalam berbagai jenis makanan misalnya sehari-hari, misalnya buah pisang.
Hipokalemia diakibatkan berkurangnya cairan dalam jumlah besar dari dalam tubuh. Pengeluaran ini bisa lewat muntah, diare, atau penggunaan obat pencahar.
“Yang patut diperhatikan, hipokalemia biasanya dialami pasien dengan gangguan ginjal. Ginjal yang baik bisa menahan kalium, sehingga tidak keluar bersama urine. Pengeluaran kalium lewat urine yang terlalu besar mengindikasikan kondisi ginjal yang buruk,” ujar Ari.
Masyarakat bisa mengetahui kadar kalium dalam tubuh melalui tes darah. Jika hasilnya kurang dari 3,5 maka kondisi tersebut adalah hipokalemia.
Selanjutnya pasien bisa melakukan tes ginjal bila tidak mengalami muntah atau diare.
“Kalau mengalami muntah atau diare, maka keduanya distop terlebih dulu. Dengan perbaikan pola konsumsi makanan dan minuman, maka kadar kalium akan tercukupi. Kalium bukan kandungan yang sulit ditemui pada berbagai asupan,” ujar Ari.
Tambahan kalium biasanya diperlukan pasien yang mengonsumsi obat untuk melancarkan air seni (diuretik). Bila kekurangan kalium terjadi dalam jumlah besar, biasanya pasien akan diberi garam kalium, yang dikonsumsi per oral.
Namun garam diberikan dalam dosis kecil beberapa kali sehari, untuk menghindari iritasi pencernaan.
Kalium juga bisa diberikan melalui infus, yang hanya bisa dilakukan di rumah sakit. Hal tersebut untuk menghindari kenaikan kalium terlalu tinggi yang berbahaya bagi pasien.
Pada beberapa kasus, penderita hipokalemia kerap kali pingsan. Terkait hal ini Ari menjelaskan, kondisi tersebut bisa saja disebabkan kekurangan natrium.
Pada keadaan ini sebaiknya penderita diberi asupan cairan elektrolit, untuk mengganti asupan natrium dan kalium dari dalam tubuh.(irna)
Sumber : Tribunnews.com