Haluan Banten-NAMAN TERAN “Lanai kin danci kami ndarami nakan i babo doni enda o Tuhan (apakah kami tidak boleh lagi mencari sesuap nasi didunia ini ya Tuhan /red),” lirih nande Rulita yang terduduk lesu ditengah Dalan Jahe desa Kutarayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo, Senin (7/8/2017).
Aksi duduk yang dilakukan nenek berusia lanjut ini bukan tanpa sebab melainkan dirinya bersama ratusan warga desa Sukanalu Teran dan desa Sigarang garang yang merupakan pengungsi korban amukan gunung Sinabung saat menerima surat dari Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara Dinas Kehutanan UPT Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang berisi Peringatan Ketiga.
Adapun suratnya berisi antara lain, menghentikan segala bentuk kegiatan dan segera meninggalkan / mengosongkan segala bentuk bangunan yang telah dibangun pada kawasan hutan yang telah mereka usahain semenjak bencana akibat amukan gunung Sinabung. Apabila tidak mengindahkannya maka akan diambil tindakan sesuai hukum yakni ‘bongkar paksa’.
“Bagaimana lagi caranya agar kami dapat melangsungkan hidup kami ini ,” ungkapnya sambil sesekali menyeka airmatanya. Nenek sembilan cucu ini juga menceritakan kepedihannya ketika hidup dipengungsian yang tidur hanya beralaskan selembar tikar dan makan dengan jatah seadanya, namun bukan itu yang menjadikan kenekadan aksi yang dilakukan bersama warga lainnya.
Menurutnya, bantuan yang telah diberikan pemerintah dan para dermawan selama ini mereka syukuri dan nikmati walau belum mampu untuk memenuhi kebutuhan lainnya terutama biaya anak sekolah terutama yang kuliah diperguruan tinggi. Diakuinya bahwa sejak 2013 dirinya bersama ratusan warga lainnya mengusahain areal dalan jahe yang merupakan jalan tembus Karo – Langkat untuk usaha lahan pertanian tanaman muda mengingat lahan pertanian mereka selama ini sudah tidak bisa diperladangi lagi.
Jika pemerintah ingin mereboisasi serta menghijaukan kembali areal lahan Dalan Jahe para warga ini juga siap dibarisan depan sebagai pelakunya dan tentunya dengan bibit yang disiapkan oleh pemerintah. Bukan hanya itu saja, menurut mereka, warga juga siap meninggalkan lahan tersebut dengan catatan apabila tempat hunian mereka yang selama ini dijanjikan sudah siap huni.
“Jangan hanya janji janji saja,”ungkap warga lainnya. Ratusan warga ini juga telah sepakat dan mewanti wanti pemerintah apabila setelah mereka meninggalkan lahan tersebut kedepannya tidak digarap pihak lainnya terutama para cukong berkantong tebal mengingat selama ini banyak kasus tentang yang dikatakan kawasan hutan dimiliki para konglomerat.
“Janganlah kehidupan kami yang sudah luluh lantak ini dipersulit lagi dengan harta kekayaan milik Tuhan ini,”ujar Neni br Ginting. Ibu muda ini juga menjelaskan kalau saat ini dirinya tidaklah berada dalam keadaan phisik yang sehat meningat putra keduanya baru berusia 2 bulan. Walau demikian dirinya merasa terpanggil untuk memperjuangkan apa yang menuruntnya adala suatu hal yang harus diperjuangakan bersama demi kelangsungan hidup masa depan kedua anaknya.
Hasil amatan media dilokasi Dalan Jahe, aksi yang mereka lakukan sesuai dengan hasil musyawarah warga yang ditandai dengan surat melayangkan surat ke Bupati Karo Terkelin Brahmana SH dimana isinya Penundaan Operasi Pemulihan Kawasan hutan yang ditandatangani warga desa beserta tokoh masyarakat dan diketahui Kepala Desa.
Sedangkan operasi pemulihan Kawasan Hutan Konservasi Tahura Bukit Barisan Sesuai surat yang dikeluarkan pihak UPT Pengelolaan Taman Hutan Raya Bukit Barisan dimulai tanggal 7 hingga 11 Agustus 2017 . Menurut warga dari kedua desa, aksi mereka juga akan berlangsung mengikuti tanggal dan hari seperti surat yang mereka terima. (Net)
Sumber: Sibayakpost.com