Haluan Banten – Pers Kepri menyambut Hari Pers Nasional (HPN) tahun ini dengan semangat yang tidak biasa. Ada cinta dan tanggung jawab berlebih. Begitu alu-aluan Ketua PWI Kepri, Ramon Damora, kemarin (29/1).
Didampingi pengurus lainnya dan pimred beberapa media, Ramon dalam suasana kongkow sore bersama pewarta di Batam Center mengatakan, HPN bukan sekadar kenduri hari raya wartawan Indonesia. HPN, sejatinya, juga adalah sebuah sikap.
“HPN itu ruang berbagi, medan sinergi, gelanggang pertemuan yang seharusnya produktif. Ada juga sementara kalangan yang menjadikannya ajang rekreasi. Tapi dapat dipastikan kami di PWI tidak akan pernah mau satu bis dengan mereka,” tegasnya.
Ramon menambahkan, dalam setiap penyelenggaraan HPN, Pers Kepri selalu mencoba mengusung tagline lokal yang digulirkan secara dialektik ke ranah nasional.
Tahun 2015, misalnya, saat Kepri didaulat menjadi tuan rumah perhelatan puncak HPN secara nasional, masyarakat Pers Kepri medentumkan tema “Mengembalikan Jurnalisme kepada Keanggunan Bahasa” serta, untuk pertama kalinya dalam sejarah pers tanah air, mencetuskan dan merumuskan apa yang disebut dengan “Jurnalisme Maritim”.
Pada HPN 2018 yang akan berpusat di Sumatera Barat, jurnalis senior yang juga dikenal sebagai sastrawan nasional ini memapar, kontingen Kepri akan menggemakan kampanye “Dengan Semangat Tol Laut, Indonesia Ngebut”.
Jangan Tulis Kepri dengan Pena Jakarta
Menurut Ramon, tagline tersebut lahir dari riuh rendah pergunjingan nasional belakangan ini mengenai eksodus para taipan reklamasi ke Kepri.
“Wartawan cukup menggunakan formula sapu jagat ‘5W 1H’ untuk memverifikasi isu ini. Tak lebih. Tapi masalahnya kau wartawan Kepri. Kau punya cinta dan tanggung jawab berlebih terhadap negerimu. Maka gosip taipan hantu beliau itu mesti kau tulis dengan pena ke-Kepri-an, bukan dengan pulpen Jakarta,” urai Ramon menghangatkan tensi diskusi.
Melihat kemaritiman Kepri dengan kebutuhan newsroom Jakarta hari ini, sudah pasti merupakan daftar urut nilai berita laik headline. Serpihan-serpihan faktanya pun, sambung Ramon, bahkan bisa dibikin serial yang dijamin viral.
Ada Gubernur Jakarta yang protagonis, karena dianggap tak bisa ditunggangi para taipan untuk mengeruk pasir laut Jakarta. Ada Gubernur Kepri yang, sialnya, seolah jadi antagonis, sebab ditengarai tak kuasa membendung migrasi kelompok taipan yang memilih laut Kepri sebagai pelampiasan.
Ironisnya, buru-buru Ramon menambahkan, aktivitas pendalaman alur di laut Kepri yang berjalan cukup lama, tiba-tiba dituduh tipu muslihat berkedok Perpres No. 16 Tahun 2017, demi menyamarkan syahwat hitam para tycoon reklamasi yang mengeruk pasir laut Kepri untuk dilego ke pulau reklamasi Singapura.
“Dan tiba-tiba kalian wahai wartawan Kepri ikut-ikutan pula tepuk jidat, hantam meja, sambil teriak kampret semua pejabat Kepri…hei, jadi dulu kita meliput ke tengah laut, menyaksikan sendiri bahwa pendalaman alur itu di antaranya bersih-bersih sampah, sedimentasi, BMKT, pokoknya alur pelayaran lama yang mengarah ke Selatan didalami kembali sebagai lintasan alternatif, supaya kapal-kapal tanker itu tak perlu parkir lagi di Selat Malaka yang sesak, tapi mampir cantik di Selat Durian, Karimun, supaya mulus cita-cita mulia tol laut republik ini, itu semua mendadak jadi hoax, hanya gegara kalian mengidap syndrom rendah diri akut di hadapan ghibah-ghibah super-canggih ibukota?” berapi-api Ramon beretorika, tanpa jeda, ciri khas mantan aktivis mahasiswa itu.
Bagi Ramon, biarlah gosip para taipan dan kisah usang ekspor pasir laut ke Negeri Singa itu menemui takdir kebenaran fungsionalnya sendiri. Ketimbang latah jadi pengekor rumor, Pers Kepri lebih baik berjihad mengingatkan Indonesia tentang mimpi tol laut yang, diakui atau tidak, seperti lesu darah.
Ramon mengemukakan, kampanye “Tol Laut, Indonesia Ngebut” akan dibawa oleh kontingen Kepri yang terdiri dari 28 pengurus PWI, Pimpinan Media Masa, dan para tokoh pers.
Dijelaskan, tugas berbeda akan diperankan sejumlah wartawan untuk mengkampanyekan semangat tol laut di HPN Sumbar nanti. Ada yang tebar spanduk, pamflet, membagi-bagikan baju kaos dan stiker dengan desain tagline tol laut yang kreatif. Ada pula relawan yang akan melakukan survei wartawan Indonesia menyoal tol laut, sebagai bahan kajian FGD PWI Kepri yang rutin digelar dwi bulanan.
Lalu, apa tugas Ketua PWI Kepri sendiri?
“Tugasku tetap tak henti-hentinya menjadi Wak Labu yang pandir dan nyinyir mengingatkan kalian, sampai kalian benar-benar muak sama aku, untuk menulis Kepri dengan jati diri sendiri. Mau setinggi apapun Pers Indonesia memuji aksi Menteri Susi membakar kapal ikan Thailand di Natuna, misalnya, tetap dalam kamera jurnalistik kita itu tak ada apa-apanya, karena rakyat perbatasan Natuna sampai sekarang masih lebih mudah makan beras Thailand daripada beras raskin,” (tim, Red)