SERANG – Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy memimpin rapat koordinasi penyaluran bantuan sosial, yaitu Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan Bantuan Beras Sejahtera (Rastra) tahun 2018 di aula Gedung BI Banten, Kota Serang, Kamis (8/3). Dalam rapat yang dihadiri oleh Kepala Dinas Sosial Kabupaten/Kota, Bulog Sub Divre dan pihak Perbankan penyalur BPNT itu, Andika mendapatkan banyak laporan yang menyebutkan adanya sejumlah kendala dalam pelaksanaan program pemerintah pusat tersebut.
Untuk penyaluran Rastra, sejumlah peroslan yang dilaporkan dari pemerintah kabupaten/kota diantaranya adalah ketiadaan biaya distribusi dari penyedia Rastra yakni Bulog ke titik pendistribusian dimana Keluarga Penerima Manfaat (KPM) berada. Persoalan diperparah dengan kondisi infrastruktur jalan yang rusak di beberapa wilayah di Banten bagian selatan seperti Pandeglang dan Lebak.
“Jadi memang biaya operasional dari titik distribusi ke titik bagi belum ada, sementara pemerintah ousat membebankan itu kepada pemerintah daerah,” kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Banten Nurhana kepada pers usai rapat.
Persoalan lainnya, kata Nurhana, banyak kepala desa menolak program BPNT dan rastra karena tidak adanya anggaran sosialisasi. Menurutnya anggaran sosialisi tersebut alokasinya berada di Dinas Ketahanan Pangan Provinsi. “Tapi kami masih menunggu SK (surat keputusan) Gubernur tentang Tim Koordinasi Bansos rastra sebagai dasar boleh dipergunakannya anggaran tersebut,” imbuhnya.
Sebelumnya dalam rapat tersebut juga terungkap adanya upaya-upaya pemanfaatan program tersebut untuk kepentingan-kepentingan pribadi para pendamping program, seperti untuk kepentingan politi praktis. “Di kami itu kemarin ada pendamping yang seolah-olah mengesankan bahwa bansos itu dari dia, soalnya dia mau nyalon (mencalonkan diri di pemilu),” kata perwakilan Dinas sosial Kota Tangerang.
Wagub mengaku mencatat semua persoalan dalam pelaksanaan program BPNT dan Rastra yang dilaporkan kepada dirinya dalam rapat tersebut. “Tentu ini menjadi perhatian serius kami. Saya akan lapor ke Pak Gubernur (Gubernur Banten Wahidin Halim) agar ditemukan solusinya secepatnya,” kata Andika kepada pers usai rapat.
Andika mengaku telah meminta dinas terkait di Pemprov Banten dan kabupaten/kota untuk mengejar target distribusi kedua program bansos tersebut, sehingga bisa sampai kepada anggota masyarakat yang berhak secara tepat waktu dan tepat jumlah. “Program ini kan sangat penting sebagai upaya pemerintah untuk membantu warga kurang mampu sehingga pada gilirannya mereka bisa berdaya secara sosial dan ekonomi,” katanya.
Dalam rapat sendiri terungkap, kuota BPNT untuk Banten pada tahun 2018 ini kuotanya mencapai 93.915 KPM. Sementara untuk rastra, kuotanya mencapai 390 ribu lebih KPM. Untuk diketahui, mulai tahun 2018 ini, pemerintah telah mengubah skema penyaluran beras sejahtera dari pangan bersubsidi menjadi bantuan sosial pangan. Biasanya keluarga penerima manfaat mendapat rastra 15 kg, dengan tebusan Rp 1.600 per kg, mulai tahun ini KPM tidak perlu menebus lagi alias mendapatkannya secara cuma-cuma.
Perubahan skema bantuan dari subsidi menjadi bantuan sosial membuat jumlah penerima rastra menjadi berkurang. Sebagian masyarakat miskin yang sebelumnya masih menerima rastra akan dikonversi bantuannya ke metode nontunai, yakni Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Pemberian BPNT akan memungkinkan setiap KK yang terdaftar sebagai masyarakat miskin menerima bantuan sebesar Rp 110 ribu per bulan yang disalurkan melalui rekening perbankan. Uang yang diterima melalui bank bisa digunakan untuk membeli kebutuhan pokok seperti beras, gula, minyak goreng, atau telur di warung-warung yang telah ditunjuk pemerintah.(Artp/bgn)