Haluan Pandeglang – Hampir di semua pondok pesantren tidak menginginkan santrinya menjadi terorisme atau sejenisnya. Hal ini dikarenakan yang paling berpengaruh bukan sistem kurikulum pendidikan yang salah, namun ada upaya diluar sistem yang mempengaruhi para santri, seperti lingkungan dan pengaruh media sosial.
Demikian dikatakan Presidium FSPP Kab. Pandeglang KH. Khazinul Asror saat menghadiri Seminar Deradikalisasi Untuk Para Pelajar/Santri dan Pengajar di Lingkungan Kab. Pandeglang di Aula Majelis Taklim Ponpes Al Khoziny Kadutomo Kec. Jiput.
Di tempat yang sama, Pengurus Pusat Lembaga Dakwah PBNU KH. Ahmad Shodiq mengatakan, radikalisme agama berawal dari keinginan memaksakan kehendak bahwa orang lain harus sama pemikiran sama pedoman. Sehingga ketika perbedaan tersebut dianggap prinsipil, maka timbul sifat intoleransi. Bahkan, terjadi sikap keras dan brutal yang sering kita sebut radikal.
“Melihat pilihan wajah agama yang beragam, semestinya kita kembali pada nilai etik al- Qur’an dan Sunnah sebagai panduan utama. Dua hal inilah warisan Rasulullah SAW, yang tak terkira nilainya. Jika kembali pada keduanya, kita akan mendapati ajaran yang ramah dan bukan marah,” sambungnya.
Untuk itu, pihaknya menghimbau para Dai, penyuluh agama atau sejenisnya, agar meyampaikan ajaran agama dengan cara yang baik sehingga dapat diterima oleh khalayak.
“Status hukum dakwah tetap wajib, yang karenanya tidak mungkin dihindari. Sampaikanlah kebaikan Islam dengan tuturan yang sopan, tindakan yang santun dan perangai yang luhur. Biarkan orang diluar Islam menilainya secara objektif. Tak perlu kita paksa mereka mengakui ajaran kita sebagai yang terbaik dan paling sempurna. Lalu kita marah jika mereka tidak menerima ajaran kita. Ini bukan karakter Islam,” tegasnya.(yusuf)