SERANG, (haluanbanten.co.id) — Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur yang terjadi di wilayah Tangerang dan Serang. Kasus ini melibatkan lima orang terduga pelaku, termasuk satu anak yang masih berusia di bawah umur.
Kasus ini terungkap setelah korban, seorang siswi berusia 13 tahun, menceritakan pengalamannya dalam sebuah podcast. Cerita itu kemudian mendorong orang tua korban untuk membuat dua laporan resmi ke kepolisian, yakni pada 20 dan 22 Mei 2025 di Polres Tangerang. Mengingat lokasi kejadian berada di dua wilayah berbeda, penanganan perkara secara utuh diambil alih oleh Ditreskrimum Polda Banten.
“Penanganan kasus ini kami ambil alih karena melibatkan dua lokasi kejadian di wilayah hukum Polda Banten. Sejauh ini, sudah ada lima terduga pelaku yang kami identifikasi, termasuk satu di antaranya yang masih berstatus di bawah umur,” ujar Direktur Reskrimum Polda Banten, AKBP Dian Setyawan dalam konferensi pers di Aula Ditreskrimum Polda Banten. Selasa (3/6/2025)
AKBP Dian Setyawan, memaparkan peran dan identitas kelima terduga pelaku:
1. R (Dewasa) – Terduga pelaku utama yang telah lebih dulu diproses hukum dan dijatuhi vonis 12 tahun penjara. Ia disebut berperan dalam beberapa kejadian, termasuk salah satunya yang terjadi di sebuah sekolah dasar di daerah Binuang saat libur sekolah.
2. F (Dewasa) – Berdasarkan keterangan korban, F melakukan perbuatan keji dengan mengarahkan korban untuk melakukan tindakan seksual. Dalam pengakuannya kepada penyidik, F mengakui perbuatannya dan disebut memberikan sejumlah uang kepada korban setelah kejadian.
3. I (Dewasa) – Pelaku yang diduga terlibat dalam kejadian di dalam ruang kelas bersama R. Berdasarkan kronologi yang disampaikan, I lebih dulu berada di tempat kejadian sebelum R melakukan aksinya. Kedua pelaku beraksi dalam satu rangkaian peristiwa.
4. S (Dewasa, Tetangga Korban) – Terduga pelaku ini tinggal di depan rumah korban. Ia memanfaatkan hubungan sosial yang dekat untuk membujuk korban, menjanjikan akan menikahinya. Berdasarkan penyelidikan, S telah melakukan perbuatannya berulang kali.
5. T (Anak di bawah umur) – Terduga pelaku terakhir adalah teman sekolah korban yang berperan sebagai perantara. Ia diduga menjajakan korban kepada para pelaku dewasa. Mengingat statusnya masih anak, proses pemeriksaan terhadap T dilakukan dengan pendekatan khusus dan pendampingan dari instansi terkait.
Seluruh pelaku dewasa dijerat dengan Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp60 juta. Sementara untuk pelaku yang masih anak, proses penanganan dilakukan berdasarkan sistem peradilan anak yang memperhatikan aspek pembinaan dan rehabilitasi.
“Satu pelaku sudah divonis, sisanya sedang dalam proses pemeriksaan dan pendalaman. Untuk pelaku anak, kami libatkan UPTD PPA Provinsi Banten, pendampingan psikologis pun terus berjalan,” jelas AKBP Dian.
Korban saat ini ditempatkan di rumah aman (safe house) dan mendapatkan perawatan intensif dari tim psikolog, konselor, serta petugas UPTD PPA guna pemulihan ini bertujuan untuk memastikan kondisi mental korban pulih sebelum dikembalikan ke keluarga.
Polda Banten mengingatkan masyarakat, khususnya orang tua, agar meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas anak-anak mereka. Dalam kasus ini, sebagian pelaku merupakan individu yang dikenal dekat oleh korban—baik sebagai tetangga, teman sekolah, hingga orang dewasa yang seharusnya melindungi.
“Ini jadi pengingat bagi kita semua. Kejahatan terhadap anak bisa terjadi di lingkungan terdekat. Peran orang tua, guru, dan masyarakat sangat penting untuk mencegah hal serupa terulang,” pungkas AKBP Dian. (rndl)