Serang, Haluan Banten – Kondisi ketahanan pangan di Provinsi Banten saat ini tengah memerlukan perhatian yang serius. Sasaran yang paling khusus dari sisi ketersediaan pangan antara lain; Pertama, Mempertahankan ketersediaan energi per kapita 2400 kilokalori perkapitaper hari dan penyediaan protein perkapita minimal 63 gram per hari. Kedua, Terwujudnya cadangan pangan pemerintah Provinsi Banten sebesar 200 ton setara beras, serta mengembangkan cadangan pangan di masyarakat, Ketiga, Berkurangnya daerah rawan pangan di 8 kab/kota (52 kecamatan s/d tahun 2017) dan Keempat, Berkembangnya kelembagaan ekonomi dan sosial masyarakat.Hal ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Ketahanan Pangan provinsi Banten, DR.Moh.Ali Fadillah, pada Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM), Angka Kecukupan Gizi dan Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan.
Kata Ali fadillah, salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi ketersediaan pangan suatu wilayah adalah Neraca Bahan Makanan (NBM). NBM merupakan Tabel yang memberikan gambaran tentang situasi ketersediaan pangan untuk dikonsumsi penduduk suatu wilayahdalam kurun aktu tertentu.Katanya, kondisi ketersediaan pangan provinsi banten berdasarkan hasil analisis NBM Tahun 2016 sudah memberikan gambaran yang cukup baik yakni ketersediaan energi sebesar 2.688 kilokalori perkapita perhari dengan standar WNPG sebesar 2400 kilokalori perkapita perhari dan ketersediaan protein 87.09 kg perkapita perhari denganstandar WNPG sebesar 63 kg perkapita perhari. “Kondisi ini menunjukkan adanya peningkatan ketersediaan yang cukup tajam dibandingkan dengan kondisi tahun 2015 dimana ketersediaan energi sebesar 2.122 kilokalori perkapita perhari dan ketersediaan protein sebesar 59.11 kg perkapita pertahun,” jelasnya.
Ali juga menjelaskan, hal yang masih menjadi perhatian mengenai ketersediaan pangan adalah ketergantungan terhadap impor yakni masuknya bahan pangan dari daerah lain ke Provinsi Banten yang masih menunjukkan angka yang cukup tinggi. “Ironisnya adalah jumlah bahan pangan yang keluar dari provinsi Banten juga diduga cukup tinggi namun tidak terdata secara resmi dan kontinyu,”katanya.
Lanjut Ali, kemandirian pangan suatu daerah menjadikan persentase pangan import atau ketergantungan impor suatu daerah sebagai indikator. Provinsi Bantenbelum bisa berbangga diri dengan angka ketersediaan yang cukup tinggi karena persentase ketergantungan terhadap impor masih cukup tinggi.”tutur nya.
Oleh karena itu,Ali meneruskan, diperlukan juga analisis kebutuhan berdasarkan AKG (Angka Kecukupan Gizi) dan PPH (Pola Pangan Harapan) ketersediaan agar dapat dijadikan target produksi oleh dinas teknis terkait.“Pertemuan ini saya pandang sebagai proses yang penting dalam kerangka peningkatan ketahanan pangan baik wilayah, maupun rumah tangga.”terangnya
Hal ini sejalan dengan meningkatnya kebutuhanakan hasil análisis yang validitasnya dapat dipertanggung jawabkan sehingga dapat memberikan gambaran yang sebenarnya mengenai ketersediaan bahan pangan di Provinsi Banten,”terangnya lagi.“Dan hasil análisis yang valid akan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan pengembangan penyediaan pangan tahun 2018-2021 baik itu oleh Dinas Ketahanan Pangan, Dewan Ketahanan Pangan dan SKPD terkait di provinsi banten bahkan sampai dengan pada Tingkatan tertinggi pemerintahan di provinsi banten yakni Gubernur,” tutupnya (ADV)
sumber:Dinas Ketapang Banten.