Pandeglang, Haluan Banten
keberadaan toko waralaba yang menjamur di Kabupaten Pandeglang, yang penyebarannya hingga ke pelosok desa, dikhawatirkan bisa merusak sistem ekonomi rakyat setempat.
Selain jumlahnya yang harus dikendalikan, beberapa waralaba yang ada pun ditengarai bermasalah.
Seperti dikatakan Usuf Ayubi, aktifis LSM Pemerhati kebijakan publik, pada Minggu (22/10/17). Menurutnya, beberapa persoalan terkait dengan waralaba ini diantaranya: jarak keberadaan waralaba dengan pasar tradisional, jumlah atau batas maksimal waralaba pada sebuah kecamatan atau zona dan aturan jam buka-tutup.
“Saya pikir persoalan waralaba ini sudah mengkhawatirkan. Pemkab harus segera ambil tindakan, aturan-nya kan sudah ada, tinggal dilaksanakan saja,” katanya.
Usuf mencontohkan, keberadaan waralaba yang ada di pasar Cadasari dan pasar Maja, yang dinilainya bertentangan dengan Perda.
“Di sekitar pasar Maja saja itu ada 4 buah waralaba, bagaimana itu?” Ujarnya.
Pada beberapa waktu sebelumnya, haluanbanten.co.id sempat mengkonfirmasi hal ini kepada kepala bidang pengendalian, Badan penanaman modal dan pelayanan perizinan terpadu satu pintu (BPMPPTSP), Roni. Kabid mengaku, dirinya telah melakukan pendataan terhadap keberadaan waralaba yang letaknya berdekatan ke pasar tradisional.
“Kami sudah data, tapi untuk jumlah keseluruhan-nya, masih sedang direkap,” kata Roni, beberapa hari lalu.
Dia juga mengaku telah menyurati beberapa pengelola waralaba itu, namun untuk sampai melakukan penertiban, pihaknya masih menunggu diterbitkannya Perda versi perubahan.
“Pada Perda No 12 tahun 2010 ini kan belum ada aturan mengenai batasan maksimal. Katanya pada Perda yang baru (revisi) itu ada aturannya. Tapi kita juga masih menunggu dari bagian hukum Setda,” ujarnya.
Sementara itu, Kasubag Perundang-undangan bagian hukum Setda, M. muryanto yang sempat dihubungi dikantornya beralasan, keterlambatan penerbitan Perda perubahan itu dikarenakan minimnya pegawai yang ada.
“Betul memang Perda perubahan mengenai penataan pasar tradisional dan modern itu sudah selesai di DPRD, karena di sini (bagian hukum) personil kita sedikit, jadi agak lambat dalam penerbitannya,” ungkap Muryanto. (JDN)