Diskominfo Banten Undang Pakar, Gelar FGD Tentang Hoax

Berita bohong (hoax), ujaran kebencian dan propaganda negatif sudah menjadi sebuah ekosistem baru di era informasi. Sehingga memunculkan ancaman baru dan berpotensi menimbulkan konflik sosial.

 

“Karena itu, diperlukan sebuah upaya tata kelola ekosistem sosial media nasional,” demikian disampaikan Staf Ahli Kementrian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Laksamana Muda I Nyoman Nase pada Fokus Group Discussion Tentang Upaya Pemerintah Melawan Hoax yang diselenggarakan Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian Provinsi Banten, Kamis (31/5/2018) di Kota Serang.

 

Nyoman menjelaskan, media sosial merupakan media berbasis internet yang bersifat dua arah dan terbuka bagi siapa saja, yang memungkinkan penggunanya dengan mudah berinteraksi, berpartisipasi, berdiskusi, berkolaborasi, berbagi serta menciptakan dan berbagi isi. Sementara itu, hasil survei Hootsuite menyatakan bahwa pada Januari 2018 jumlah penduduk Indonesia sebanyak 265,4 juta orang. Sebanyak 130 juta orang merupakan pengguna aktif media sosial.

 

Dari sejumlah pengguna tersebut tidak sedikit yang memanfaatkan media sosial untuk menebar berita bohong, ujaran kebencian menebar ancaman teror, menyebarkan konten berisi virus yang dapat merusak perangkat elektronik penerima dan penghinaan terhadap tokoh agama serta mencemarkan nama baik presiden dan pemerintah.

 

“Karena itu diperlukan sebuah tata kelola media sosial,” katanya.

 

Salah satu bentuk tata kelola media sosial yang sedang dikembangkan adalah Sinergi Media Sosial Aparatur Negara (SIMAN). Aparatur negara terdiri dari Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI dan Polri. Menurut Nyoman, peran serta Aparatur Sipil Negara, TNI dan Polri diyakini mampu secara optimal meraih opini publik sekaligus selalu unggul dalam hal polling online dan trending tofik nasional. “Karena itu, langkah awal tata kelola media sosial adalah dilingkungan aparatur negara,” katanya.

 

Saat ini, SIMAN masih berada ditataran pemerintah pusat. Nyoman berharap, SIMAN ini juga berkembang di lingkungan pemerintah-pemerintah daerah. Karena, selain sebagai upaya menangkal berita-berita bohong (hoax), SIMAN ini juga merupakan sarana diseminasi informasi dan sebagai pusat pelayanan informasi sebagaimana amanat Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

 

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Komunikasi Untirta, Prof. Ahmad Shihabudin menjelaskan bahwa masyarakat dunia saat ini sedang berada dalam masyarakat dunia maya (cubercommunity). Cyber community ini terbentuk dalam masyarakat baru di dunia maya. Sebuah masyarakat yang terhubung di dalam sebuah jaringan internet, seperti grup whatsapp dan sejenisnya. Perubahan sosial ini berlangsung dengan sangat cepat sehingga banyak menyebabkan eek ganda terhadap perubahan perilaku masyarkat masyarakat maya dan masyarakat nyata. Paling parah, ketika menimbulkan gesekan-gesekan sosial yang tajam di kedua belahan masyarakat tersebut.

 

Shihabudin menegaskan, perlunya upaya-upaya nyata untuk menghindari efek negatif dari masyarakat maya tersebut. Salah satunya melalui literasi media. Literasi bertujuan membimbing masyarakat untuk menjadi masyarakat maya yang sehat dan bijaksana.

Shihabudin juga sependapat, bahwa pembentukan SIMAN dapat mengeliminir dampak buruk hiruk pikuk di media sosial atau masyarakat maya. Aparatur negara merupakan sekelompok besar masyarakat yang memiliki kekuatan besar untuk membuat opini. “Sehingga penggunaan media sosial secara sehat dan bijaksana oleh aparatur negara akan mewaranai kehidupan masyarakat maya pada umumnya,” katanya.

 

Menindaklanjuti hasil diskusi itu, Kepala Dinas Komunikasi Informatika Statistik dan Persandian Provinsi Banten, Komari, mengaku pihaknya akan memberdayakan aparatur negara di Provinsi Banten untuk mengelola media sosial secara sehat dan bijaksana. “Kami akan segera membentuk satuan tugas media sosial yang terdiri dari aparatur negara,” katanya.

Komari menjelaskan, FGD Upaya Pemerintah Melawan Hoax merupakan upaya Pemprov Banten menciptakan masyarakat yang sehat dan bijak menggunakan media sosial.  Apalagi, pada tahun-tahun politik, menjelang pemilihan kepala daerah dan pemilihan presiden pada tahun 2019 mendatang, disinyalir akan banyak muncul berita-berita bohong, ujaran kebencian dan kampanye hitam. “Kami berupaya untuk mengantisipasi masalah-masalah tersebut,” ujar Komari.(red***)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *