Haluan Banten – Upaya melindungi para petani dari permainan tengkulak maupun serbuan beras impor terus dilakukan oleh Pemkab Semarang.
Melalui program “Suka Bela”, Pemkab Semarang berupaya menyerap beras produksi petani sebesar 40 ton per bulan mealui pembelian oleh Aparatur Sipil Negara (ASN).
Bupati Semarang Mundjirin mengatakan, kedepan pihaknya berharap tidak hanya PNS saja yang membeli beras petani. Instansi lainnya seperti TNI, Polri dan juga pihak swasta juga diharapakan ikut mendukung program Suka Bela yang telah diluncurkan sejak Juni 2016 lalu.
” Beras lokal ini tolong bisa diserap, kami bekerja sama dengan kelompok-kelompok tani bagaimana agar bisa memproduksi beras, lalu dijual juga kepada kita, kepada pabrik, pada PNS, asrama tentara. Sekarang sudah jalan, di Kabupaten Semarang yang bisa menyerap (sementara) dari PNS sekitar 40 ton perbulannya,” kata Mundjirin, Rabu (26/7/2017).
Terlepas dari itu, Mundjirin menegaskan bahwa hingga saat ini di wilayahnya belum ditemukan praktik beras oplosan, antara beras kualitas premium dengan beras kualitas medium seperti yang sedang ramai diberitakan diberbagai daerah.
Beras yang di produksi oleh para petani di Kabupaten Semarang diakui oleh Mundjirin termasuk beras dengan kualitas premium sehingga harga jual di pasaran relatif tinggi.
“Saya sudah beberapa kali lihat di gudang Bulog. Memang Bulog sini belum mampu atau semuanya menyerap beras atau gabah lokal. Ternyata gabah kita ini (dari) Tambakboyo, Banyubiru itu bagus, jadi harganya memang tinggi,” jelasnya.
Untuk memenuhi stok beras di Gudang Bulog Bawen, pihak Bulog membeli beras dari Kabupaten Demak yang kualitasnya lebih rendah dibawah kualitas beras dari Kabupaten Semarang.
Mundjirin memastikan bahwa beras yang disalurkan Bulog tersebut bukanlah beras palsu atau oplosan.
Kendati demikian, diakui pernah terjadi beras yang di salurkan oleh Bulog tingkat pecahnya cukup tinggi sehingga timbul dugaan masyarakat bahwa beras tersebut oplosan.
Setelah ditelusuri, tingkat pecah beras yang tinggi tersebut dikarenakan proses panen di tingkat petani yang kurang baik.
“Orang bilang itu dicampur dengan menir, kita lihat disitu (Bulog) ternyata bukan. Memang pecah karena waktu itu panennya katanya mau mendekati musim hujan. Takut banjir, belum tua betul sudah dipanen,” katanya.(irna)
Sumber : Kompas.com