Pandeglang, haluanbanten.co.id – Beberapa waktu lalu, ada aksi unjuk rasa di luar halaman Pendopo Pemkab. Para pendemo membentangkan spanduk bertuliskan “Tolak Jagung”. Dua orang dari mereka adalah anggota DPRD, Cecep Munajat dari fraksi PPP dan Najamudin dari PBB. Keduanya pun dikenal sangat dekat dengan Dimyati Natakusuma (Mantan Bupati Pandeglang, sekaligus suami dari bupati Irna Narulita).
Mereka berpendapat, jagung tidak cocok ditanam disini, karena kabupaten Pandeglang dari dulu identik sebagai penghasil padi. Pola tanam padi jangan sampai terganggu oleh jagung, demikian inti dari aksi yang disampaikan oleh (hanya) 6 orang itu.
Demo singkat nan padat itu pun menjadi perbincangan warga. Ada yang menanggapi sinis ada juga yang serius.
Sebenarnya ada apa dengan program yang kini santer disebut dengan “jagung asmara” itu?
Padahal, program yang sejatinya bernama ‘pengembangan jagung hybrida’ dari Pemerintah pusat ini, pada awalnya sangat diharapkan menjadi salahsatu program unggulan Pemkab Pandeglang. Dalam sebuah kesempatan, Bupati Irna bahkan pernah menyampaikan jika Pemkab siap menggelontorkan dana dari APBD untuk mem-back up program tersebut. Irna pun seperti terobsesi, Ia langsung memerintahkan Dinas Pertanian untuk menyediakan lahan seluas 100,000 Ha.
Namun ambisi Irna untuk menjadikan kabupaten Pandeglang, sebagai lumbung jagung nasional itu tampaknya tdak berjalan mulus, malah kandas . Pasalnya, tiada lain karena target penyediaan untuk lahan tak tercapai. Berdasarkan penelurusan, banyak petani yang enggan menanam jagung karena dinilai tidak memiliki daya jual yang tinggi. Seperti halnya dengan petani yang ada di kawasan gunung Karang, mereka lebih memilih menanam labu atau sayuran jenis lainnya dibandingkan dengan menanam jagung. “Daripada jagung, kami mending tanam Labu atau Cesim,” kata Syaeful warga Juhut.
Kondisi demikian diakui pula oleh Kasi Serelia atau tanaman jagung dan padi, Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, Nuridawati. Kepada Wartawan dia mengatakan, para petani enggan menanam jagung karena ada kekhawatiran seperti diatas. “Iya mereka (petani) memang agak ketakutan menanam jagung, mungkin karena baru ada lagi program jagung seperti ini,” kata Nuridawati, Senin kemarin.
Terkait dengan lahan yang sudah siap dipakai, menurut wanita yang biasa disapa Nur ini, baru ada sekitar 51.000 Ha lebih. “Dari CPCL (calon petani calon lahan) yang sudah masuk baru 51.000 hektar lebih,” imbuhnya.
Lanjutnya, di beberapa tempat, telah ada petani yang sudah panen, meski hingga kini dana bantuan untuk pupuk nya pun belum turun. “Yang menanam bulan April sudah pada panen, untuk pupuknya mereka swadaya dulu,” terangnya.
Nur menambahkan, lambatnya bantuan dana untuk pupuk ini, disebabkan karena para petani telat menyerahkan nomor rekening kelompok masing-masing. “Menyerahkan nomer rekeningnya- nya tidak bareng, ada yang sudah, ada yang belum. Seharusnya bisa bareng. Untuk bantuan pupuk ini kebetulan dari provinsi, bukan dari kabupaten,” jelasnya.
Terpisah, Selasa (29/8) Suhendar dari Komunitas Kabayan Cerdas, menilai program penanaman jagung yang awalnya sempat digembar-gemborkan itu terkesan ambisius dan tanpa perencanaan matang. Hal ini terbukti kata dia, saat ini sudah ada petani yang panen tapi dana untuk pembelian pupuknya belum turun.
“Seharusnya untuk program-program yang besar seperti ini, Pemkab harus matang dalam perencanaan maupun secara kajian-nya. Jangan lagi-lagi rakyat kecil yang dirugikan,” tandasnya. (Jandan)